Simone Galimberti (The Jakarta Post)
BONUS
Kathmandu ●
Sabtu, 21 Agustus 2021
Akhirnya tiba saatnya Paralympic Games Tokyo 2020 dan sekitar 4.400 atlet dari seluruh dunia akan bertarung memperebutkan ketenaran dan medali.
Fans akan memiliki kesempatan untuk melihat gerakan luar biasa dari atletis dan sportivitas, kesaksian abadi dari ketekunan, ketekunan dan semangat kompetitif.
Akankah Olimpiade juga memungkinkan diskusi baru tentang hak-hak penyandang disabilitas, terutama dalam konteks di mana hak-hak ini terus-menerus diabaikan dan dilanggar?
Olahraga dapat menjadi alat yang efektif tidak hanya untuk mengangkat atlet ke ukuran pribadi, tetapi juga untuk menciptakan kesadaran baru tentang masalah sosial yang penting.
Sayangnya, cara banyak masyarakat di seluruh dunia terus melakukan diskriminasi terhadap penyandang disabilitas adalah salah satu tragedi yang kurang terlihat, kurang diakui, dan kurang dibahas yang menghantui dunia.
…
untuk membaca cerita lengkapnya
BERLANGGANAN SEKARANG
Mulai dari Rp 55.000 / bulan
- Akses tak terbatas ke konten web dan aplikasi kami
- e-Post surat kabar harian digital
- Tidak ada iklan, tidak ada interupsi
- Akses istimewa ke acara dan program kami
- Berlangganan buletin kami
Komunikator. Pencandu web lepas. Perintis zombie yang tak tersembuhkan. Pencipta pemenang penghargaan
You may also like
-
Taman kanak-kanak di Indonesia yang terkena gempa dibuka kembali dengan bantuan dari Taiwan
-
Tingkat pengangguran di Indonesia menunjukkan kegagalan UU Cipta Kerja, kata KSPI
-
Saat Indonesia berjuang untuk mendorong melalui hukum pidana baru yang ketat, Senator Markey memimpin rekan-rekannya dalam mendesak Presiden Widodo untuk menjunjung tinggi hak asasi manusia dan melindungi kebebasan fundamental.
-
Video menunjukkan pengungsi Afghanistan memprotes, bukan “pekerja China” di Indonesia
-
Indonesia Masih Mengingkari Kebebasan Beragama Kepada Minoritas Agama – Akademisi