Vaksinasi yang diselenggarakan selama pandemi adalah vaksin untuk melawan influenza dan pneumonia.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Para orang tua diingatkan untuk terus menjalankan hak anak vaksin atau imunisasi sesuai jadwal, meski pandemi Covid-19 masih berlangsung. Peringatan ini bukannya tanpa alasan. Kementerian Kesehatan melaporkan bahwa cakupan vaksinasi rutin telah menurun selama pandemi Covid-19. Hal ini disebabkan oleh dua hal yaitu anggapan bahwa fasilitas medis Mengurangi layanan vaksinasi dan kekhawatiran orang tua tentang paparan Covid-19 di rumah sakit.
Penelitian yang dihimpun oleh UNICEF dan Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa 84 persen fasilitas kesehatan di Indonesia melaporkan bahwa layanan vaksinasi rutin mereka terganggu selama pandemi. Dari 7.500 responden yang terdiri dari orang tua dan pengasuh, ditemukan hanya 64 persen yang bersedia melakukan vaksinasi rutin. Sementara itu, 22 persen lainnya mengaku enggan menyertakan anaknya dalam program vaksinasi rutin saat ini.
“Ini seharusnya tidak terjadi. Dalam pandemi, kita akan menangani ini saat tingkat vaksinasi turun wabah (Wabah) di tengah pandemi Covid-19. Imunisasi rutin harus terus dilakukan, ”kata Dirga Sakti Rambe, dokter spesialis penyakit dalam dan dokter vaksinasi, Minggu (16/10).
Disinyalir, masyarakat tidak perlu khawatir untuk mengikuti program vaksinasi rutin bagi anaknya. Kementerian Kesehatan juga telah menyusun berbagai protokol kesehatan yang harus dilaksanakan oleh seluruh fasilitas kesehatan yang menyediakan layanan vaksinasi rutin. Misalnya mengatur kedatangan anak, pemakaian masker untuk semua pengunjung, pantangan sosial, bahkan petugas kesehatan yang memakai alat pelindung diri (APD).
Selain itu, bahkan terdapat sejumlah fasilitas kesehatan yang menawarkan layanan vaksinasi drive-through sehingga orang tua dan anak tidak perlu masuk ke rumah sakit atau gedung fasilitas kesehatan. Sejumlah rumah sakit juga menawarkan layanan vaksinasi dengan mengirimkan tenaga medis langsung ke rumah tersebut. Dengan cara ini, risiko keluarga terpapar Covid-19 menjadi lebih rendah.
“Kita harus menyadari bahwa vaksinasi adalah tanggung jawab sosial dan bukan tentang melindungi diri kita sendiri,” kata Dirga.
Vaksin sendiri, kata Dirga, diberikan tidak hanya untuk anak-anak tapi juga orang dewasa. Untuk memahami pentingnya vaksin, Dirga mencontohkan salah satu vaksinasi yang berhasil dilakukan, yaitu penurunan kasus cacar. Akibat imunisasi besar-besaran, penyakit ini akhirnya musnah pada 1979. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa setidaknya 2-3 juta nyawa diselamatkan dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.
Selain itu, WHO menyatakan ada dua vaksinasi yang sangat dianjurkan selama pandemi Covid-19 yaitu vaksinasi. flu dan pneumonia. Menurut dia, ada beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa pasien Covid-19 yang mendapat vaksin influenza memiliki angka kematian yang lebih rendah dibandingkan yang tidak diberi vaksin influenza.
Konselor keluarga Nuniek Tirta menambahkan, pendanaan vaksin dan vaksinasi masih perlu dilakukan secara masif. Salah satu media yang paling efektif untuk kampanye vaksinasi adalah promosi dari mulut ke mulut, terutama di keluarga atau di rumah.
Nuniek menyatakan bahwa keluarga memiliki hubungan yang erat antar anggotanya. Karenanya, mempromosikan pentingnya vaksin dapat lebih mudah disampaikan.
“Kami juga melatih mereka yang menurut saya penting. Keluarga terdekat. Tapi untuk seluruh masyarakat, mungkin saya bisa masuk ke media sosial,” kata Nuniek.
Ia membandingkan vaksinasi dengan investasi tertentu. Terkait pembayaran premi asuransi, pemegang polis tidak bisa memastikan apakah ia akan sakit di kemudian hari atau tidak. Tapi jelas dia bersiap untuk yang terburuk.
Selama vaksinasi, kata Nuniek, seseorang bisa memiliki kepastian yang jelas bahwa dirinya tidak akan tertular penyakit tersebut.
“Kalau kita ambil asuransi, ada premi. Kita bayar untuk sesuatu yang tidak aman. Karena sakit itu mahal. Sementara itu, vaksinasi ibarat investasi dalam sesuatu: pasti tidak akan mendapatkannya. Untuk asuransi, kita tahu Bukan apakah kita sakit atau tidak, kapan, ”kata Nuniek.
Bahkan ketika mempromosikan vaksin, pendekatan tegas perlu diambil. Meskipun demikian, periklanan tidak boleh dilakukan dengan menyerang keyakinan atau prinsip seseorang. Jika ada orang yang menentang vaksin, seseorang dapat memberikan pemahaman tentang pentingnya vaksin dan tidak mengolok-olok keyakinan mereka bahwa vaksin itu tidak penting.
“Bukan hanya ‘Saya tidak ingin vaksinasi’, dia akan langsung membela diri. Itulah yang kami maksud saat kami memberikannya Umpan balikYang positif dulu kita beri isi dan balut yang positif, ”ujarnya.
Komunikator. Pencandu web lepas. Perintis zombie yang tak tersembuhkan. Pencipta pemenang penghargaan
You may also like
-
Taman kanak-kanak di Indonesia yang terkena gempa dibuka kembali dengan bantuan dari Taiwan
-
Tingkat pengangguran di Indonesia menunjukkan kegagalan UU Cipta Kerja, kata KSPI
-
Saat Indonesia berjuang untuk mendorong melalui hukum pidana baru yang ketat, Senator Markey memimpin rekan-rekannya dalam mendesak Presiden Widodo untuk menjunjung tinggi hak asasi manusia dan melindungi kebebasan fundamental.
-
Video menunjukkan pengungsi Afghanistan memprotes, bukan “pekerja China” di Indonesia
-
Indonesia Masih Mengingkari Kebebasan Beragama Kepada Minoritas Agama – Akademisi