TEMPO.CO, Jakarta – – Menanggapi pernyataan Presiden Joko “Jokowi” Widodo tentang gagasan revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU ITE, kelompok HAM Yayasan Lokataru menilai revisi tersebut belum tentu memulihkan demokrasi.
Deklarasi presiden di bawah tekanan ini bisa dilihat sebagai upaya untuk memperbaiki demokrasi setelah penurunan indeks demokrasi Indonesia, kata manajer program kelompok tersebut Mirza Fahmi dalam konferensi pers online, Rabu, 16 Februari 2021.
Menurutnya, hal ini bisa menjadi dinamika bagi Kapolri Listyo Sigit Prabowo yang ingin berpegang pada prinsip restorative justice guna memulihkan korban dari kriminalisasi pasal-pasal kabur kebijakan tahun 2011 yang dikeluarkan oleh praktik kriminalisasi oleh undang-undang. sejauh ini.
Selain itu, Mirza menyoroti kualitas masyarakat sipil. Sayangnya, akibat serangan masif terhadap kebebasan berekspresi dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat sering kali terabaikan bahwa mereka juga memberikan kontribusi yang signifikan terhadap runtuhnya demokrasi.
Yayasan Lokataru juga menilai revisi UU ITE tidak terlalu membatasi kemampuan negara untuk mengkriminalisasi warga negara. “Ini bukan hanya soal dokumen hukum, tapi juga kemampuan pemerintah termasuk warganya yang masih dipertanyakan saat dikritik di ruang publik,” kata Mirza.
Baca: Jokowi Minta Polisi Gunakan UU ITE Dengan Hati-hati
ANDITA RAHMA
“Ninja twitter bersertifikat. Ahli internet. Penggemar budaya pop hardcore. Baconaholic.”
You may also like
-
Aturan matematika ditemukan di balik distribusi neuron di otak kita
-
Para ilmuwan menemukan penjelasan untuk lubang gravitasi raksasa di Samudra Hindia
-
Peta baru yang akurat dari semua materi di alam semesta dirilis
-
Para ilmuwan mengatakan sepasang bintang yang sangat langka berperilaku sangat ‘aneh’
-
Lima Angsa Tewas Setelah Terbang Ke Saluran Listrik Hinkley | Berita Inggris