Kardinal Ignatius Suharyo, Uskup Agung Jakarta, menekankan keterbukaan Gereja untuk bekerja sama dengan agama lain menuju persaudaraan sejati di negara ini.
Oleh Benedikt Mayaki, SJ
Sebuah negara dengan lebih dari 17.000 pulau, Indonesia bangga akan kekayaan dan keanekaragaman penduduknya yang berjumlah lebih dari 230 juta orang. Keragaman ini dirayakan dalam berbagai bahasa, budaya, agama, dan kecenderungan politik masyarakat.
Di tengah-tengah “persatuan dalam perbedaan” ini, sesuai dengan semboyan lambang negara, Gereja, meskipun merupakan salah satu agama yang lebih kecil, tetap hadir dan aktif.
Kardinal Ignatius Suharyo, Uskup Agung Jakarta, menyatakan bahwa gereja tidak memiliki masalah menemukan tempatnya di masyarakat Indonesia pada tingkat umum dan bekerja sama dengan agama lain untuk membangun persaudaraan yang otentik.
G20, R20 dan Gereja di Indonesia
Negara ini baru saja menyelesaikan kepresidenannya pada KTT G20 2022, yang mempertemukan para pemimpin dari ekonomi terbesar dunia di Bali untuk secara kolektif mempengaruhi kebijakan yang akan mengatur ekonomi dunia pada jalurnya.
KTT juga menampilkan beberapa side event, antara lain R20 (Religions 20), yang memberikan ruang dialog agama dan antaragama di masyarakat. Kardinal menjelaskan, acara tersebut diprakarsai oleh Otoritas Agama Indonesia yang mengundang semua agama termasuk Gereja.
Undangan terbuka untuk semua ini, kata kardinal, merupakan tanda harapan “bahwa Indonesia akan tetap ada,” dan mereka yang mencoba memaksakan kehendak agama pada negara tidak akan berhasil.
Ia menambahkan, keberhasilan KTT G20 menjadi bukti bahwa Indonesia “tidak seperti yang dikatakannya” atau seperti yang kadang digambarkan oleh pihak lain. Sebaliknya, ini adalah negara dengan warga yang bahagia.
Gereja di tengah-tengah agama lain
Kardinal Suharyo menekankan pentingnya kerjasama dengan agama lain di negara ini.
“Kami berusaha menghilangkan ‘minoritas dan mayoritas’ dari kosa kata kami karena kami semua adalah warga negara Indonesia,” katanya.
Bahkan, selama lebih dari 20 tahun, para ketua organisasi Islam dan para pemimpin komunitas agama lainnya memiliki gagasan yang sama untuk mempromosikan persaudaraan sejati.
Namun, upaya ke arah itu bukan tanpa tantangan. Dia mencatat bahwa ada beberapa orang yang akan “menggunakan agama untuk tujuan politik.” Kardinal berbicara menentangnya, menyebutnya “setan” karena “menghancurkan segala upaya untuk membangun persaudaraan sejati.”
jalur sinode
Gereja universal berada di jalur sinode dalam persiapan Sinode Para Uskup yang akan diadakan tahun depan. Ke-37 keuskupan di Indonesia juga terlibat aktif dalam proses tersebut, mulai dari akar rumput hingga konferensi para uskup.
Ia menambahkan bahwa umat Tuhan telah menekankan pentingnya menyoroti isu-isu tertentu, antara lain kemiskinan, potensi konflik agama, ekologi, persatuan, tantangan teknologi, dan perceraian.
Sebagai penutup, Kardinal Suharyo menggarisbawahi upaya negara untuk memastikan negara yang seimbang secara agama di antara lebih dari 700 kelompok etnis di Indonesia. Dia menegaskan bahwa gereja juga berkomitmen untuk perdamaian dunia – sebuah prinsip yang juga diabadikan dalam konstitusi negara.
Komunikator. Pencandu web lepas. Perintis zombie yang tak tersembuhkan. Pencipta pemenang penghargaan
You may also like
-
Taman kanak-kanak di Indonesia yang terkena gempa dibuka kembali dengan bantuan dari Taiwan
-
Tingkat pengangguran di Indonesia menunjukkan kegagalan UU Cipta Kerja, kata KSPI
-
Saat Indonesia berjuang untuk mendorong melalui hukum pidana baru yang ketat, Senator Markey memimpin rekan-rekannya dalam mendesak Presiden Widodo untuk menjunjung tinggi hak asasi manusia dan melindungi kebebasan fundamental.
-
Video menunjukkan pengungsi Afghanistan memprotes, bukan “pekerja China” di Indonesia
-
Indonesia Masih Mengingkari Kebebasan Beragama Kepada Minoritas Agama – Akademisi