Pemerintah Indonesia sedang menyelidiki laporan bahwa pejabat senior di sebuah kota dekat Jakarta telah menandatangani deklarasi menentang pembangunan gereja di wilayah hukum mereka, kata seorang pejabat pada hari Jumat.
Pada hari yang sama, sebuah organisasi payung gereja-gereja Protestan di Indonesia menyebut penentangan terhadap pembangunan gereja sebagai “politisasi identitas” dan memperingatkan bahwa hal itu mengancam “keragaman” di negara mayoritas Muslim berpenduduk 25 juta orang Kristen itu.
Video yang beredar online memperlihatkan walikota dan wakil walikota Cilegon, sebuah kota di provinsi Banten, menandatangani spanduk yang dibawa oleh pengunjuk rasa Muslim setempat yang menentang pembangunan gereja di sana.
“Kami ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi,” kata Mualimin Abdi, Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
“Saya minta ke kementerian setempat untuk mencari tahu,” katanya kepada BeritaBenar.
Pada hari Rabu, kelompok yang menamakan dirinya Komite Penyelamat Kearifan Lokal Kota Cilegon berkumpul di luar Balai Kota dan meminta Walikota Helldy Agustian dan wakilnya Sanuji Pentamarta untuk menandatangani petisi mereka, TVOne melaporkan.
Dalam video tersebut, terlihat Helldy dan Sanuji menandatangani petisi tersebut.
BenarNews tidak dapat segera menghubungi salah satu dari mereka untuk memberikan komentar, tetapi Helldy mengatakan kepada media lokal bahwa dia mendengarkan suara komunitas lokal.
“Yang saya lakukan adalah memenuhi keinginan masyarakat di Kota Cilegon, antara lain tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda dan organisasi lainnya,” katanya seperti dikutip CNN Indonesia.
“Politisasi Identitas”
Persekutuan Gereja Indonesia (PGI), sebuah organisasi payung gereja-gereja Protestan, mengutuk insiden tersebut.
“Kejadian ini membuktikan bahwa politisasi identitas semakin mengkhawatirkan dan mengancam jalinan kebhinekaan yang harus kita syukuri sebagai anugerah Tuhan bagi bangsa ini,” kata Juru Bicara PGI Jeirry Sumampow dalam keterangannya, Jumat.
Dia mengatakan konstitusi Indonesia menjamin hak semua warga negara untuk menjalankan agamanya.
Jeirry juga mendesak orang Kristen untuk menanggapi intoleransi dengan penuh kasih.
“Kita tidak boleh lelah mencari dialog dan kerja sama untuk mengelola perbedaan secara bermartabat dan mempromosikan kerukunan nasional,” katanya.
Tidak ada gereja di Cilegon yang berjarak sekitar 100 kilometer sebelah barat Jakarta. Umat Kristen di sini harus berkendara selama 45 menit ke kota tetangga Serang untuk menghadiri ibadah.
Kelompok-kelompok hak asasi manusia menyebut penentangan terhadap pembangunan gereja sebagai contoh meningkatnya intoleransi di Indonesia, rumah bagi sekitar 270 juta orang, 11 persen di antaranya adalah orang Kristen.
Sebagai contoh, umat Kristen di Bogor, sebuah kota di selatan Jakarta, telah berusaha selama bertahun-tahun untuk membuka kembali gereja mereka setelah pihak berwenang menutupnya pada tahun 2008 karena oposisi lokal.
Alissa Wahid, anggota Pokja Pendampingan Agama di Kementerian Agama, mengkritik pejabat yang menyerah pada kelompok intoleran “yang melihat kelompok lain sebagai musuh dan pelecehan”.
“Hal ini sering terjadi dengan dalih persatuan dan kerukunan masyarakat,” kata Alissa kepada BeritaBenar.
Kelompok hak asasi manusia menyalahkan gelar menteri bersama tahun 2006 atas meningkatnya intoleransi di negara terpadat di Asia Tenggara itu.
Menurut SK tersebut, pembangunan rumah ibadah harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain tanda tangan dan surat kepercayaan minimal 90 jamaah, persetujuan minimal 60 anggota masyarakat setempat yang ditandatangani, dan rekomendasi tertulis dari pemerintah.
Aktivis hak asasi manusia mengatakan keputusan itu dikeluarkan karena kekhawatiran di antara beberapa Muslim tentang dugaan kegiatan misionaris Kristen dan apa yang mereka katakan adalah semakin banyak gereja di wilayah Muslim.
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas membela keputusan tersebut dalam sebuah wawancara dengan BeritaBenar tahun lalu, dengan mengatakan bahwa meskipun perlu beberapa perubahan, perlu untuk menjaga kerukunan umat di negara yang beragam agama seperti Indonesia.
Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama Kementerian, Wawan Djunaedi, mendesak para pemimpin daerah untuk menghormati hak konstitusional semua warga negara.
“Tidak ada alasan bagi kepala daerah untuk tidak mengizinkan pembangunan rumah ibadah ketika jumlah calon pengguna sudah mencapai 90 orang,” kata Wawan, Kamis di laman kementerian.
Nazarudin Latif di Jakarta berkontribusi dalam laporan ini.
Komunikator. Pencandu web lepas. Perintis zombie yang tak tersembuhkan. Pencipta pemenang penghargaan
You may also like
-
Taman kanak-kanak di Indonesia yang terkena gempa dibuka kembali dengan bantuan dari Taiwan
-
Tingkat pengangguran di Indonesia menunjukkan kegagalan UU Cipta Kerja, kata KSPI
-
Saat Indonesia berjuang untuk mendorong melalui hukum pidana baru yang ketat, Senator Markey memimpin rekan-rekannya dalam mendesak Presiden Widodo untuk menjunjung tinggi hak asasi manusia dan melindungi kebebasan fundamental.
-
Video menunjukkan pengungsi Afghanistan memprotes, bukan “pekerja China” di Indonesia
-
Indonesia Masih Mengingkari Kebebasan Beragama Kepada Minoritas Agama – Akademisi