Rizki D’Academy meminta seorang wanita untuk melakukan tes DNA saat hamil. Apa risikonya bagi janin? Semua halaman

KOMPAS.com – Pedang Rizki D’Academy asal Indonesia dikabarkan meminta Nadya istrinya melakukannya tes DNA itu melawan janin. Hal ini dikarenakan usia kehamilan berbeda dengan usia perkawinan. Rizki mencurigai janin itu bukan darah dagingnya.

Tes DNA sebenarnya itu bisa dilakukan selama kehamilan. Namun, tes ini sebenarnya diperlukan untuk mengidentifikasi kelainan bawaan.

Menurut Muhammad Dwi Priangga, dokter spesialis kebidanan dan kandungan, tujuan utama pemeriksaan genetik adalah untuk mendeteksi kelainan kongenital atau kelainan kromosom pada janin.

Saat ini, tes DNA banyak digunakan untuk tujuan sosial, yaitu untuk tes paternal atau untuk mengidentifikasi ayah kandung dari janin.

“Tapi dengan catatan genetika bapak juga ikut dicabut. Karena genetika bayi itu separuh dari ibu dan separuh lagi dari bapak, harus ada pembanding,” kata dokter yang akrab disapa Angga itu. saat dihubungi Kompas.com pada Kamis (10 Januari 2020).

Baca juga: Berapa Banyak Penambahan Berat Badan Biasanya Selama Kehamilan?

Thinkstockphotos ilustrasi

Tiga metode

Ada tiga metode tes DNA yang bisa dilakukan selama kehamilan, yaitu NIPT (tes darah), CVS (pemeriksaan jalur menuju plasenta), dan amniosentesis (pemeriksaan cairan ketuban).

NIPT adalah pemeriksaan dengan mengambil sampel darah dari ibu. Angga menuturkan, selama hamil genetika janin bisa beredar di darah ibu. Dengan teknologi DNA bebas sel, genetika antara ibu dan janin dapat diekstraksi.

“Jadi metodenya non invasif dan bisa dilakukan pada trimester awal kehamilan,” ujar dokter dari RSCM Jakarta ini.

Baca juga: Bagaimana kehadiran bayi bisa mengubah hidup Anda menjadi lebih baik

Namun di Indonesia, metode NIPT belum bisa digunakan untuk membuktikan siapa bapak janin karena terkait dengan persoalan hukum. Tes ini hanya digunakan untuk mendeteksi kelainan kromosom.

READ  Suami menelpon Nita Thalia puluhan juta sebulan, mengaku punya barang bukti

Metode lain adalah CVS (chorionic villus sampling) atau pemeriksaan jaringan plasenta. Pengujian DNA dengan metode ini aman dilakukan jika usia kehamilan sudah lebih dari 10 minggu.

Berdasarkan penelitian, CVS yang dilakukan di bawah usia kehamilan 10 minggu dapat meningkatkan risiko kelainan tungkai pada janin akibat kontak jarum. Selain itu juga dapat meningkatkan infeksi, pendarahan, dan pecahnya ketuban.

“Kalau memang mencurigai ada kelainan kromosom yang serius, CVS bisa dilakukan di bawah usia kehamilan 10 minggu. Tapi menurut saya sayang jika janin berisiko tinggi saat dilakukan CVS untuk tes paternal,” terangnya.

Metode terakhir yang bisa dipilih adalah pemeriksaan cairan ketuban, yang bisa dilakukan pada awal kehamilan trimester kedua.

Bila metode ini digunakan untuk mengidentifikasi kelainan genetik pada janin, maka bisa dikatakan cukup terlambat karena janin sudah tumbuh.

Namun bila digunakan untuk tes paternal, itu adalah metode yang paling aman sehingga tidak mempengaruhi kehamilan dan pertumbuhan janin.

“Semakin besar usia kehamilan, semakin rendah risikonya bagi janin,” ujarnya.

Baca juga: Penemuan mengubah dunia: tes DNA berdasarkan temuan darah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *