Solusi nuklir Batan untuk polusi plastik

Sampah plastik telah menjadi masalah yang sangat serius dan mendesak secara nasional dan global karena mencemari lingkungan tanah dan air sehingga mengancam kelestarian bumi sebagai habitat makhluk hidup.

Menurut Laporan Wawasan Forum Ekonomi Dunia Mengurangi Polusi Plastik Secara Radikal di Indonesia: Rencana Aksi Multi-Stakeholder oleh National Plastic Action Partnership, Indonesia menghasilkan 6,8 juta ton sampah plastik setiap tahun. Namun, sekitar 61 persen sampah tidak dikelola dengan baik, katanya.

Laporan tersebut mengatakan bahwa diperkirakan 620.000 ton limbah tumpah ke perairan Indonesia pada tahun 2017. Jika tidak ada tindakan yang diambil, diperkirakan 780.000 ton sampah akan masuk ke perairan Indonesia setiap tahun pada tahun 2025.

Dengan pemikiran ini, Indonesia telah menyusun rencana aksi yang ambisius untuk mengurangi 70 persen plastik dan 30 persen sampah padat, dan untuk mengelola 70 persen sampah padat pada tahun 2025.

Selain itu, menurut siaran pers Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi SP-62/HUM/ROKOM/SET-MARVES/VI/2020, pemerintah telah menyusun Rencana Aksi Nasional Pengelolaan Sampah Laut.

Lima strategi dilaksanakan di bawah rencana aksi – gerakan kesadaran pemangku kepentingan nasional; Pembuangan limbah tanah; Pengelolaan sampah di pesisir dan laut; Mekanisme pendanaan, penguatan kelembagaan, pengawasan dan penegakan hukum; serta penelitian dan pengembangan.

Strategi-strategi ini dirancang untuk mendukung pengelolaan sampah yang optimal sehingga Indonesia dapat mencapai hampir nol polusi plastik pada tahun 2040.

Salah satu strateginya adalah dengan memperluas penelitian dan pengembangan sehingga inovasi dapat diterapkan dalam penanganan sampah plastik di tanah air.

Badan Tenaga Atom Nasional (Batan) menggunakan teknologi nuklir untuk memecahkan masalah dengan mengubah sampah menjadi produk berharga dan mendeteksi sampah mikroplastik di lautan.

READ  NAHCON serukan kerja sama antar negara haji

Kepala Batan Anhar Riza Antariksawan mengatakan badan tersebut telah melakukan penelitian dan pengembangan tentang pembuangan sampah plastik menggunakan ilmu dan teknologi nuklir.

Selain itu, upaya badan tersebut didukung oleh Badan Energi Atom Internasional (IAEA) melalui proyek yang disebut Teknologi Nuklir untuk Mengontrol Polusi Plastik (NUTEC Plastics), katanya.

IAEA meminta Indonesia menjadi negara percontohan untuk tiga fase pelaksanaan program plastik NUTEC, katanya.

Program tersebut antara lain penguatan penanganan sampah plastik di hilir, pembangunan fasilitas demo dan pemanfaatan teknologi radiasi di hulu untuk penanganan sampah, katanya.

Batan mencoba mengubah limbah menjadi komposit kayu-plastik (WPC) melalui iradiasi melalui penggunaan teknologi nuklir, kata Antariksawan. Ia juga menganalisis pergerakan puing-puing mikroplastik yang tersebar di pantai atau di laut menggunakan radioisotop tertentu sebagai pelacak, tambahnya.

Berita serupa: Pembuangan sampah plastik mendorong perkembangan ekonomi sirkular: pemerintah

Menurut Tita Puspitasari, koordinator proses iradiasi di Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi Batan, pembuangan sampah plastik melalui teknologi nuklir melibatkan penggunaan radiasi pengion, yang berasal dari perangkat sinar gamma dan berkas elektron.

“Dengan cara ini kami dapat menghasilkan bahan fungsional baru dengan nilai tambah. Saat ini kegiatan tersebut dilakukan melalui proyek kerjasama teknis regional yang digagas oleh IAEA yang disebut proyek RAS1024,” ujarnya.

“Bahan fungsional baru” yang dimaksud adalah WPC, bahan berbasis plastik dan biomassa yang dapat menggantikan kayu yang digunakan baik dalam produk indoor maupun outdoor.

Meski terlihat seperti kayu, WPC memiliki keunggulan tertentu seperti tahan air dan rayap, ujarnya.

Selain itu, pengolahan sampah plastik – yang terdiri dari polietilen dan polipropilen, yang banyak digunakan dalam kemasan sekali pakai – menjadi produk komposit akan memperpanjang umur plastik dan dengan demikian mengurangi jumlah potensi polutan, tambahnya.

READ  UBS memungkinkan sebagian besar karyawan bekerja dari rumah dan di kantor secara permanen

Pembuatan komposit membutuhkan compatibilizer untuk menggabungkan komponen plastik dan biomassa dan membuat campuran lebih homogen, jelasnya.

Teknologi radiasi dapat digunakan untuk membuat compatibilizer melalui teknik graft copolymerization dan membuat nanoselulosa dari limbah biomassa melalui teknik degradasi radiasi, kata Puspitasari.

Teknologi ini juga dapat meningkatkan kekuatan mekanik komposit melalui teknik penyilangan radiasi, katanya.

Pengembangan produk prototipe harus selesai setelah proyek RAS1024 selesai, katanya. Proyek ini ditargetkan selesai pada akhir 2024, jika situasinya cepat kondusif di tengah pandemi, tambahnya.

Berita serupa: Sampah plastik tumbuh subur di euforia kedai kopi

Sementara itu, pelacakan sampah mikroplastik dapat dilakukan di pantai atau di laut dengan mengidentifikasi endapannya di sedimen menggunakan metode isotop alami penanggalan Pb (timbal) -210, katanya.

Metode tersebut dapat membantu menentukan berapa lama plastik atau mikroplastik telah mengendap di lapisan sedimen, jelasnya.

Metode tersebut memungkinkan usia sedimen dapat ditelusuri kembali hingga 150 tahun menggunakan geokronologi dan alat Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR), katanya.

Selain itu, jenis mikroplastik yang mengendap di sedimen juga dapat diidentifikasi, ujarnya.

Metode lain adalah dengan menggunakan pelacak isotop untuk mempelajari efek mikroplastik pada biota laut yang terkontaminasi limbah, yang telah dikembangkan di laboratorium IAEA di Monaco, katanya.

Kegiatan pemantauan mikroplastik akan dimulai pada 2022 sebagai bagian dari proyek RAS2021001, kata Puspitasari.

Selain itu, IAEA menugaskan Batan sebagai bagian dari program NUTEC Plastics untuk mengembangkan produk inovatif yang terbuat dari plastik daur ulang. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menjadi model yang akan terus diterapkan oleh negara-negara lain.

IAEA memberikan dukungan yang signifikan untuk program tersebut dengan meningkatkan pembangunan kapasitas sumber daya manusia dan infrastruktur melalui RAS1024, RAS2021001, proyek kerjasama teknis dan proyek penelitian terkoordinasi, katanya.

READ  Uji coba enam bulan dari minggu kerja empat hari di Inggris

Program Plastik NUTEC harus selesai pada tahun 2025 dan dapat diperpanjang setelah evaluasi.

Pemanfaatan teknologi nuklir dalam program ini dimaksudkan untuk membantu menyelesaikan masalah sampah plastik di sektor hulu dengan mendaur ulang sampah plastik menjadi produk fungsional, serta masalah mikroplastik di sektor hilir dengan memantau mikroplastik dengan teknik radioisotop di laut.

Oleh karena itu, diharapkan di masa depan program ini dapat membantu negara mengelola sampah dengan lebih baik dan dengan demikian mengurangi efek berbahaya dari polusi.

Berita terkait: Menkeu tekankan komitmen Indonesia dalam pengelolaan sampah plastik

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *